Minggu, 05 Juni 2011

Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Medikal Bedah : Fraktur Cruris

A.    Konsep Dasar Fraktur
  1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Lukman dan Ningsih, Nurna, 2009 ; 25)
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. (Doenges. 2000 ; 761)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer, dkk. 2001 ; 2357).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, dkk. 2000 ; 346).
Fraktur kruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis atau persendian pergelangan kaki. (Muttaqin. 2008 ; 232)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat penyusun simpulkan, Fraktur adalah patah tulang yang diakibatkan tekanan atau benturan yang keras yang tulang.

  1. Etiologi
Umumnya fraktur disebabkan oeh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. (Muttaqin. 2008)
a.       Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang, hal tersebut akan menyebabkan fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat comminuted dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan
b.      Trauma tak langsung
Apabila trauma di hantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh.
c.       Fraktur yang terjadi ketika tekanan atau tahanan yang menimpa tulang lebih besar dari pada daya tahan tulang.
d.      Keadaan kelaianan patologik adalah trauma yang terjadi seperti kondisi defisiensi vitamin D, Osteoporosis.
e.       Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.
f.       Usia penderita.
g.      Kelenturan tulang dan jenis tulang.

Ada 2 faktor yang mempengaruhi fraktur :
a.       Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma.
b.      Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengabsorsi energi trauma, kelenturan, kekuatan dan densitas tulang.
Fraktur biasanya disebabkan oleh adanya trauma abduksi tibia terhadap femur saat kaki terfiksasi pada dasar, misalnya trauma sewaktu mengendarai mobil dan juga dapat terjadi karena pukulan langsung, kekuatan yang berlawanan, gerakan pemuntiran tiba-tiba, dan bahkan kontraksi otot yang berlebihan.

  1. Pathways
Terlampir.

4.     
Klasifikasi Fraktur
Menurut Reeves. (2001)
a.       Berdasarkan parahnya integritas kulit, lokasi, bentuk, patahan dan status kelurusan.
1)      Fraktur tertutup, adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tiempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2)      Fraktur terbuka, adalah fraktur yang mempunyai hubungan dngan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam).
3)      Fraktur komplit, adalah fraktur yang luas dan melintang. Biasanya dengan perpindahan posisi tulang.
4)      Fraktur tak komplit, adalah hanya sebagian dari tulang yang retak.
b.      Tipe fraktur yang berat.
1)      Greenstick, fraktur yang tidak sempurna dan biasanya sering terjadi pada anak-anak.
2)      Transversal, fraktur luas yang melintang dari tulang.
3)      Oblik, fraktur yang memiliki arah miring.
4)      Spiral, fraktur luas yang mengelilingi tulang.
5)      Comuminuted, fraktur ini terjadi mencakup beberapa fragmen.
6)      Depresi, fraktur ini terjadi pada tulang pipih, khususnya tulang tengkorak dimana kekerasan langsung mendorong bagian tulang masuk kedalam.
7)      Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8)      Patologik, terjadi jika sebuah tumor (biasanya kanker) telah tumbuh kedalam tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh. Tulang yang rapuh bisa mengalami patah tulang meskipun dengan cedera ringan atau bahkan tanpa cedera sama sekali.
9)      Avulsi, disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga menarik bagian tulang tempat tendon tersebut melekat. Paling sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada tungkai dan tumit.

5.      Proses penyembuhan tulang
Ketika tulang mengalami cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut, namun secara alamiah tulang akan mengalami tegenerasi sendiri. Tahapan penyembuhan tulang terdiri atas 5, yaitu : (Lukman dan Ningsih, Nurna. 2009 ; 8)
a.       Tahap inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan akan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Saat tulang mengalami cedera, terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan pembentukan hematoma di tempat tulang yang patah. Ujung fragmen tulang mengalami devitilisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Pada saat itu terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri.
b.      Tahap proliferasi sel
Kira-kira lima hari hematoma akan mengalami organisasi, terbentuknya benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblas dan osteoblas. Fibroblas dan osteoklas akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang, tetapi gerakan berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukan petensial elektronegatif.
c.       Tahap pembentukan kalus
Hari ke 10 hingga sebelum minggu ke-7. Aktivitas osteoblas-osteoclas muncul, hingga terbentuk kalus.
d.      Tahap penulangan kalus (osifikasi)
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang, melalui proses penulangan endokondral. Patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.
e.       Tahap menjadi tulang dewasa (Remodeling)
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.

  1. Faktor penyembuhan fraktur
Faktor-faktor yang menentukan lama penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut : (Muttaqin. 2008 ; 75)
a.       Usia penderita.
Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat dari pad orang dewasa. Hal ini di sebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada periosteum dan endoesteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia bertambah proses tersebut semakin berkurang.
b.      Lokasi dan konfigurasi fraktur.
Lokasi fraktur memang berperan penting. Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat penyembuhannya dari pad fraktur diafisis. Di samping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur tranversal lebih lambat penyembuhannya di bandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
c.       Pergeseran awal fraktur.
Pada fraktur yang periosteumnya tidak bergeser penyembuhannya dua kali lebih cepat di bandingkan dengan fraktur yang bergeser.
d.      Vaskularisasi pada kedua fragmen.
Apabila fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur mempunyai vaskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian.
e.       Reduksi serta imobilisasi.
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu penyembuhan fraktur.
f.       Waktu imobilisasi.
Bila imobilisasi tidak di lakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, kemungkinan akan terjadi non-union sangat besar.
g.      Faktor adanya infeksi dan keganasan local
h.      Cairan synovial.
Cairan synovial yang terdapat di persendian merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.

  1. Manifestasi klinis
Gejala umum menurut Lukman dan Ningsih, Nurna (2009) :
a.       Nyeri
b.      Hilangnya fungsi
c.       Deformitas
d.      Pemendekan ekstremitas
e.       Krepitus
f.       Pembengkakan lokal
g.      Perubahan warna  

  1. Komplikasi fraktur
Menurut Muttaqin. (2008;76)
a.       Komplikasi awal
1)      Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis pada bagian distal.
2)      Sindrom kompartemen
Merupakan komplikasi yang serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
3)      Fat Embolism Syndrome
Komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-se lemak yang dihasilkan marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan demam.
4)      Infeksi
Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada dan jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bagan lain daam pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan plat.
5)      Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.
b.      Komplikasi lanjut
Menurut Muttaqin (2008)
1)      Mal union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saanya, tetapi terdapat deformitas yang berbentukk angulasi pemendekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur tibia-fibula.
2)      Delayed union adalah merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah waktu 3- bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).
3)      Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi.

  1. Pemeriksaan diagnostik
a.       Pemeriksaan Rontgen, menentukan lokasi./.luasnya fraktur dan jenis fraktur
b.      CT Scan tulang, digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c.       Hitung darah lengkap, hematokrit dan leukosit mungkin meningkat atau menurun dan.
d.      Kreatinin, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
(Lukman dan Ningsih, Nurna. 2009 ; 37)

  1. Penatalaksanaan
a.       Prinsip penanganan fraktur (Muttaqin. 2008;81)
1)      Rekognisi
Prinsip utama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
2)      Reduksi
Reduksi fraktur adalah mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis dikemudian hari.
Reduksi fraktur apabila perlu. Pada fraktur intra-artikulas diperlukan reduksi anatomis, sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal, dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan oseoartritis dikemudian hari.
3)      Retensi (imobilisasi fraktur)
Adalah metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama masa penyembuhan dengan cara imobilisasi.
4)      Rehabilitasi
Adalah mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin. Program rehabilitasi dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh keadaan klien pada fungsinya agar aktivitas dapat dilakukan kembali.
b.      Penatalaksanaan menurut Muttaqin (2008) ada 2 yaitu
1)      Penatalaksanaan konservatif
a)      Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b)      Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya  menggunakan Gips atau dengan macam-macam bidai dari plastik atau metal.
c)      Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d)     Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
2)      Penatalaksanaan pembedahan
Penatalasanaan ini sangat penting diketahui oleh perawat, jika ada keputusan bahwa klien diindikasikan untuk menjalani pembedahan, perawat mulai berperan dalam asuhan keperawatan tersebut.
a)      Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire.
b)      Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang yaitu
(1)     Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau Reduksi terbuka dengan Fiksasi Internal.
ORIF akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukan paku, sekrup atau pen kedalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang pada fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.
(2)      Open Reduction and External Fixation (OREF) atau Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Eksternal
Tindakan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat menggunakan konselosascrew atau dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti gips.

B.      Asuhan Keperawatan  Teoritis Pada Klien dengan Fraktur
Terlampir.


Untuk lebih lengkapnya silahkan download disini
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar