Minggu, 05 Juni 2011

Asuhan Keperawatan Trauma Spinal


1.      DEFINISI
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervikalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga dan seterusnya              ( Arifin, 1997).
Spinal Cord Injury (SCI) adalah cidera yang terjadi karena trauma spinal cord atau tekanan pada spinal cord karena kecelakaan.
Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).
Vertebra yang seringkali terkena dalam cedera medulla spinalis adalah servikal ke-5, ke-6, torakal ke-12, dan lumbal ke-1. Vertebra ini lebih mudah terserang karena terdapat rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebra dalam area tersebut (Buaghman & Hackley, 2000: 87).
2.      PATOFISIOLOGI
Akibat suatu trauma mengenai  tulang belakang , jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervikalis dan lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, blok saraf parasimpatis, pelepasan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan, respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum, kandung kemih.Bila hemoragik terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradural, subdural atau daerah subarachnoid pada kanal spinal. Segera setelah terjadi kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi  terganggu. Tidak hanya ini saja yang terjadi  pada cedera pembuluh darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemoragi.

3.      ETIOLOGI
Kecelakaan  jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana  cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olahraga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal (Pranida, Iwan Buchori, 2007).
Akibat suatu trauma mengenai  tulang belakang, jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan olahraga (Arifin, 1997)
 
4.      MANIFESTASI KLINIS
a.       Nyeri  akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
Bila penderita sadar, pasti ada nyeri pada bagian tulang belakang yang terkena. Masalahnya adalah bahwa cukup sering ada cedera kepala (penderita tidak sadar), atau ada cedera yang lain seperti misalnya patah tulang paha, yang jauh lebih nyeri dibandingkan nyeri pada tulang belakangnya.
b.      Paraplegia
c.       Tingkat neurologis :
§  Paralisis sensorik dan motorik total di bawah tingkat neurologis
§  Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus (biasanya dengan retensi urine dan distensi kandung kemih)
§  Kehilangan kemampuan berkeringat dan tonus vasomotor di bawah tingkat neurologis
§  Reduksi tekanan darah yang sangat jelas akibat kehilangan tahanan vaskular perifer.
d.      Masalah pernapasan :
§  Yang berhubungan dengan gangguan fungsi pernapasan ; keparahan bergantung pada tingkat cidera
§  Gagal napas akut mengarah pada kematian pada cidera medulla servikal tinggi.
   ( Baughman & Hackley, 2000: 87)

5.      PEMERIKSAAAN  DIAGNOSTIK
a.       Sinar X spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cidera tulang (fraktur, dislokasi), untuk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
b.      Skan CT untuk menentukan tempat luka /jejas, mengevaluasi gangguan structural.
c.       MRI untuk mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal , edema dan kompresi.
d.      Mielografi  untuk memperlihatkan koumna spinalis (kanal vertebral) jika factor patologisnya tidak jelas atau dicurigai adanya dilusi pada ruang sub arachnoid medulla spinalis (biasanya tidak dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e.       Foto rontgen torak , memperlihatkan keadaan paru (contoh:  perubahan pada diafragma, atelektasis).
f.       Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal): mengukur volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikal bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus / otot interkostal.
g.      GDA unutk menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.
(Doengoes, 1999 : 339-340).

6.      PENATALAKSANAAN
a.       Penatalaksanaan kegawatdaruratan
·         Proteksi diri dan lingkungan, selalu utamakan A-B-C
·         Sedapat mungkin tentukan penyebab cedera (tabrakan mobil frontal tanpa sabuk pengaman,misalnya)
·         Lakukan stabilisasi dengan tangan  untuk menjaga kesegarisan tulang belakang.
·         Kepala dijaga agar tetap netral, tidak tertekuk ataupun mendongak.
·         Kepala dijaga agar tetap segaris, tidak menengok ke kiri atau kanan.
-        Posisi netral-segaris ini harus tetap selalu dan tetap dipertahankan, walaupun belum yakin bahwa ini cedera spinal. Anggap saja ada cedera spinal (dari pada penderita menjadi lumpuh)
-        Posisi netral : kepala tidak menekuk (fleksi),atau mendongak (ekstensi)
·         Posisi segaris : kepala tidak menengok ke kiri atau kanan.
·         Pasang kolar servikal, dan penderita di pasang di atas Long Spine Board
·         Periksa dan perbaiki A-B-C
·         Periksa akan adanya kemungkinan cedera spinal
·         Rujuk ke RS
·      Penatalaksanaan langsung pasien di tempat kejadian kecelakaan sangat penting. Penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut dan penurunan fungsi neurologis.
·      Pertimbangkan setiap korban kecelakaan sepeda motor atau mengendarai kendaraan bermotor, cedera olahraga kontak badan, terjatuh, atau trauma langsung ke kepala dan leher sebagai cedera medulla spinalis sampai dapat ditegakkan.
·      Di tempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal (punggung), dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah cedera komplit.
·      Salah satu anggota tim harus mengontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi, rotasi dan ekstensi kepala.
·      Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi dan kesejajaran sementara papan spinal atau alat imobilisasi servikal dipasang.
·      Paling sedikit empat orang harus mengangkat korban dengan hati-hati ke atas papan untuk memindahkan ke rumah sakit. Adanya gerakan memuntir dapat merusak medulla spinalis ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medulla komplet.
·      Pasien harus selalu dipertahankan dalam posisi ekstensi. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.

b.      Penatalaksanaan cedera medulla spinalis (Fase Akut)
·      Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medulla spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
·      Farmakoterapi  : berikan steroid dosis tinggi (metilprednisolon) untuk melawan edema medula .
·      Tindakan  Respiratori :
1.      Berikan oksigen untuk mempertahankan PO arterial yang tinggi.
2.      Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau ekstensi leher bila diperlukan intubasi endotrakeal.
3.      Pertimbangkan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien dengan lesi servikal yang tinggi.
·      Reduksi dan Traksi Skeletal:
1.      Cedera medulla spinalis membutuhkan imobilisasi, reduksi dislokasi dan stabilisasi kolumna vertebra.
2.      Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi skeletal, yaitu teknik tong/caliper skeletal atau halo-vest.
3.      Gantung pemberat dengan bebas sehingga tidak mengganggu traksi.
c.       Intervensi Bedah : Laminektomi
Dilakukan bila:
·      Deformitas tidak dapat dikurangi dengan traksi.
·      Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal.
·      Cedera terjadi pada region lumbar atau torakal.
·      Status neurologis mengalami penyimpangan untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau dekompres medula. (Baughman & Hackley, 2000: 88-89).

7.      KOMPLIKASI
§  Neurogenik shock
§  Hipoksia
§  Gangguan paru-paru
§  Instabilitas spinal
§  Orthostatic hipotensi
§  Ileus paralitik
§  Infeksi saluran kemih
§   Kontraktur
§  Dekubitus
§  Inkontinensia blader
§  Konstipasi

8.      PENCEGAHAN
Untuk mencegah kerusakan dan bencana cedera ini, langkah-langkah berikut perlu dilakukan:
a.       Menurunkan kecepatan berkendara
b.      Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu
c.       Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda
d.      Program pendidikan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk
e.       Mengajarkan penggunaan air yang aman
f.       Mencegah jatuh
g.      Menggunakan alat-alat pelindung dan teknik latihan.

Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan  korban yang tepat ke bagian kedaruratan rumah sakit untuk menghindari kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medulla spinalis.
 

A.    KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA SPINAL
       Terlampir.



Untuk lebih lengkapnya silahkan download disini.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar