Senin, 06 Juni 2011

Penyakit Jantung Bawaan pada Anak

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah abnormalitas struktur makroskopis jantung atau pembuluh darah besar intratoraks yang mempunyai fungsi pasti atau potensial yang berarti. Kelainan ini merupakan kelainan kongenital yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir. Prevalensi penyakit jantung bawaan yang diterima secara internasional adalah 0.8%, walaupun terdapat banyak variasi data yang terkumpul, secara umum, prevalensi penyakit jantung bawaan masih diperdebatkan. (Moons, et al. 2008)

Di Amerika Serikat, tingkat insidensi PJB tercatat paling sedikit 8 kasus dari setiap 1000 kelahiran hidup atau sekitar 40.000 bayi per tahun walaupun kebanyakan kasus tidak menunjukkan gejala (asimptomatik) dan tidak terdiagnosis. Hanya 2 dari 1000 kasus yang secara umum menunjukkan gejala penyakit jantung dan dapat diterapi (Sayasathid, et al. 2009). Tingkat insidensi meningkat pada kasus kelahiran mati (3-4%), kasus aborsi (10-25%), dan bayi prematur (2%, tidak termasuk Duktus Arteriosus Persisten). (Sani, et al. 2007)

Penelitian Wu di Taiwan menemukan prevalensi PJB dari pasien yang lahir dari tahun 2000 sampai 2006 yang diidentifikasi dari database National Health Insurance adalah 13.08 dari 1000 kelahiran hidup dengan spesifikasi sebagai berikut : 12.05 (sederhana, 10.53; berat, 1.51) pada bayi laki-laki dan 14.21 (sederhana, 12.90; berat, 1.32) pada bayi perempuan. Defek Septum Ventrikel (DSV; 4.0) merupakan defek yang paling sering terjadi. (Wu, et al. 2009)

Menurut Sastroasmoro dan Madiyono (1994), dari 3602 pasien baru yang diperiksa selama 10 tahun (1983-1992) di Poliklinik Subbagian Kardiologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, Jakarta, terdapat 2091 penderita PJB. Sebagian besar adalah dari jenis non-sianotik (1602 atau 76.7%) dan sisanya jenis sianotik (489 atau 23.3%). Distribusi umur pasien pada saat diagnosis dibagi atas jenis PJB sianotik dan non sianotik. Kelompok umur 1 – 12 bulan merupakan

Universitas Sumatera Utara kelompok penderita dengan jumlah terbanyak (non –sianotik, 43.1%; sianotik, 42.4%), diikuti oleh kelompok umur 13 bulan – 5 tahun (non-sianotik, 29.1%; sianotik, 27.7%), kelompok umur 6 – 10 tahun (non-sianotik, 17.2%; sianotik, 17.2%), kelompok umur 10 tahun ke atas (non-sianotik, 6..8%; sianotik, 6.9%), dan kelompok umur 0 – 1 bulan (non-sianotik, 3.9%; sianotik, 5.8%).

Salah satu penyebab penting morbiditas dan mortalitas anak dengan PJB kritis adalah instabilitas hemodinamik yang terjadi antara kelahiran dan tindakan pembedahan atau intervensi transkateter. (Schultz, et al. 2008)

Dengan berkembangnya tindakan operatif dan intervensi serta perkembangan teknologi medis, angka harapan hidup anak dengan PJB telah meningkat secara dramatis selama beberapa dekade terakhir dan tetap berlangsung hingga saat ini. Sampai saat ini di Medan data-data mengenai kasus PJB belum tersedia sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik. Diharapkan dengan penelitian ini akan diketahui karakteristik dari PJB yang ada di RSUP H. Adam Malik.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Penyakit jantung kongenital atau pennyakit jantung bawaaan (PJB) adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir.

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak
lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada
akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi
kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB
seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap
berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).

Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal pada orang dewasa menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda. Hal ini pulalah yang menyebabkan perbedaan pola penyakit jantung bawaan pada anak dan pada orang dewasa.Angka kejadian PJB adalah 9-10 bayi dari 1000 bayi lahir hidup.

B. Penyebab

Terjadinya PJB belum dapat di ketahui secara pasti tetapi ada beberapa faktor risiko atau predisposisi yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatanangka kejadian PJB. Faktor Predisposisi Penyebab penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan :

1. Faktor Prenatal

a. Ibu menderita penyakit infeksi rubela

b. Ibu alkoholisme

c. Umur ibu lebih dari 40 tahun

d. Ibu menderita penyakit Diabetes Melitus yang memerlukan Insulin

e. Ibu meminum obat – obatan penenang atau jamu.

2. Faktor Genetik :

a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

b. Ayah/ibu menderita PJB

c. Kelainan kromosom misalnya Sindrom Down

d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain

Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah

Transposisi arteri besar/ Transpotition Great artery (TGA). Apabila pembuluh pembuluh darah besar mengalami transposisi aorta, arteri aorta dan pulmonal secara anatomis akan terpengaruh. Anak tidak akan hidup kecuali ada suatu duktus ariosus menetap atau kelainan septum ventrikuler atau atrium, yang menyebabkan bercampurnya darah arteri-vena.

Dengan golongan ini yang terbanyak adalah transposisi arteri besar (TAB), atau transposition of the great arteries (TGA). Kelainan berupa adanya pemindahan asal dari aorta dan arteri pulmonalis, aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Selain kelainan asal aorta dan arteri pulmonalis pada TAB terdapat kelainan pada jantung yang menyertai TAB seperti letak katup aorta, katup pulmonal dan sebagainya. Pada PJB yang disebut komplet ialah adanya katup aorta di kanan pada lengkung aorta ke kanan

C. Manifesfasi klinik

TAB merupakan PJB yang sering membawa kematian pada masa bayi (80% meninggal pada masa bayi dan 5% pada masa prasekolah). Diduga penyebab kematian pada masa bayi karena TAB yang menyebabkan ialah terjadinya gagal jantung, terutama pada anak dengan aliran darah ke paru yang bertambah. Gejala khas pada pasien TAB ialah bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru-biruan yang disebut picasso blue. Sianosis merata ke seluruh tubuh kecuali jika resistensi vaskular paru sangat tinggi, bagian tubuh sebelah atas akan lebih sianotik daripada bagian bawah, venektasi jelas pada jari-jari. Bayi dengan TAB pada umumnya pada waktu lahir berat badan dan panjang badannya seperti anak normal. Baru pada bulan ketiga terdapat kelambatan pertambahan berat badan dan panjang badan serta perkembangan otot terganggu

D. Penatalaksanaan
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah. Pada saat prosedur, suatu kateter balon dimasukan ketika kateterisasi jantung, untuk memperbesar kelainan septum intra arterial. Pada cara Blalock Halen dibuat suatu kelainan septum atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan. Cara Mustard digunakan untuk koreksi yang permanent. Septum dihilangkan dibuatkan sambungan sehingga darah yang teroksigenisasi dari vena pulmonale kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah tidak teroksigenisasi kembali dari vena cava ke arteri pulmonale untuk keperluan sirkulasi paru-paru. Kemudian akibat kelaianan ini telah berkurang secara nyata dengan adanya koreksi dan paliatif.
Dengan operasi memungkinkan pasien TAB dapat bertahan hidup.

E. Penatalaksanaan Keperawatan

Sama dengan pasien TF dan penyakit jantung lainnya. Bedanya tidak perlu tindakan memberikan sikap knee-chest karena sianosis selalu terdapat, maka O2 harus diberikan terus menerus secara rumat. Dalam bangsal tersebut watan pasien penyakit jantung perawat yang bertugas di ruang tersebut diharapkan memahami kelainan yang diderita oleh setiap pasien sehingga dapat menentukan tindakan sewaktu-waktu diperlukan. Selain itu juga mengetahui bagaimana persiapan pasien untuk suatu tindakan seperti:

1. Membuka rekaman EKG, bila perlu dapat membacanya.

2. Mengukur tekanan darah secara benar.

3. Mempersiapkan pasien untuk keteterisasi jantung atau oprasi.

4. Mengambil darah untuk pemeriksaan gas darah arteri.

Untuk membuat atau membaca EKG diperlukan keterampilan tersendiri, oleh karena itu, perlu laihan dahulu sampai dapat betul mengerjakan. Suatu hari sebelum kateterisasi bagian yang akan dimaksudkan kateter pada lipat siku tangan kanan dan lipat paha kanan dibersikan dengan air dan sabun, selanjutnya dikompres dengan alkohol 70%. Esok harinya ssampai dibawa ke bagian laboratorium kateterisasi dikompres terus dengan alkohol. Malamharinya (sebelum kateterisasi) pukul 20.00 diberi valium per oral 5-10 mg (sesuai instruksi) dan pagi harinya pukul 05.00 diberi lagi valium dosis sama. Pukul 06.00 diperiksa analisis gas darah arteri. Biasanya pagi (pukul 05.00) obat-obatan per oral untuk hari itu diminnum sekalian minum terakhir untuk pagi itu dengan teh manis satu gelas. Selanjutnya puasa sampai kateterisasi selesai. Infus dipasang sebelum berangkat ke lab pada tangan atau kaki kiri.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Gambaran ECG yang menunjukan adanya hipertropi ventrikel kiri,kateterisasi jantung yang menunjukan striktura.

2. Diagnosa ditegakkan dengan cartography,

3. Cardiac iso enzim (CPK & CKMB) meningkat

4. Roentgen thorax untuk melihat atau evaluasi adanya cardiomegali dan infiltrate paru

Baca Selengkapnya>>

Minggu, 05 Juni 2011

Metabolisme Otot Jantung

A.      Metabolisme Otot Jantung
Pengaturan sirkulasi secara humoral berarti pengaturan oleh zat-zat yang disekresi atau yang diabsorbsi ke dalam cairan tubuh ; seperti hormon dan ion. Beberapa zat ini dibentuk oleh kelenjar khusus dan dibawa di dalam darah ke seluruh tubuh. Zat lainnya dibentuk di daerah jaringan setempat dan hanya menimbulkan pengaruh sirkulasi setempat. Faktor-faktor humoral terpenting yang mempengaruhi fungsi sirkulasi diantaranyaa adalah sebagai berikut.
1.    Zat Vasokonstriktor
Norepinefrin terutama adalah hormon vasokonstriktor yang amat kuat; epinefrin tidak begitu kuat dan dibeberapa jaringan, bahkan menyebabkan vasodilatasi ringan. (Contoh khusus vasodilatasi akibat epinefrin dijumpai pada jantung untuk mendilatasikan arteri kororner selama peningkatan aktivitas jantung).
Ketika sistem saraf simpatis dirangsang di sebagian besar atau diseluruh bagian tubuh selama terjadi stress atau olahraga, ujung saraf simpatis pada masing-masing jaringan akan melepaskan norepinefrin yang merangsang jantung dan mengkonstriksi vena serta arteriol. Selain itu, saraf simpatis untuk medula adrenal juga menyebabkan kelenjar ini menyekresi norepinefrin dan epinefrin kedalam darah. Hormon-hormon ini kemudian bersirkulasi ke seluruh area tubuh dan menyebabkan efek perangsangan yang hampir sama dengan perangsangan simpatis langsung terhadap sirkulasi, sehingga tersedia dua sistem pengaturan, yaitu perangsangan saraf secara langsung dan efek tidak langsung dari norepinefrin dan/ atau epinefrin di dalam darah yang bersirkulasi.
2.    Pengaturan Aliran Darah Koroner
a)    Metabolisme Otot Lokal Sebagai Pengatur Utama Aliran Koroner
Aliran darah yang melalui sistem koroner diatur hampir seluruhnya oleh vasodilasiarteriol setempat sebagai respons terhadap kebutuhan nutrisi otot jantung. Dengan demikian, bilamana kekuatan kontraksi jantung meningkat, apapun penyebabnya, kecepatan aliran darah koroner juga akan meningkat. Sebaliknya, penurunan aktivitas jantung disertai dengan penurunan aliran koroner. Pengaturan lokal aliran darah koroner ini hampir identik dengan yang terjadi yang terjadi di banyak jaringan tubuh lainnya, terutama otot rangka diseluruh tubuh.
b)   Kebutuhan Oksigeni Sebagai Faktor Utama dalam Pengaturan Lokal Aliran Darah Koroner
Aliran darah di sistem koroner biasanya diatur hampir sebanding dengan kebutuhan oksigen otot jantung. Biasanya sekitar 70 % oksigen di dalam darah arteri koroner dipindahkan selagi darah mengalir melalui otot jantung. Karena tidak banyak oksigen yang tersisa, maka tidak banyak lagi oksigen yang dapat ditambahkan ke otot jantung kecuali bila aliran darah koroner meningkat. Untungnya, aliran darah koroner meningkat hampir berbanding lurus dengan setiap konsumsi oksigen tambahan bagi proses metabolik di jantung.
Namun cara yang pasti bagaimana peningkatan konsumsi oksigen dapat menyebabkan dilatasi koroner masih belum dapat ditentukan. Penurunan konsentrasi oksigen di jantung menyebabkan dilepaskannya zat-zat vasodilator dari sel-sel otot, dan hal ini akan menimbulkan dilatasi arteriol. Zat dengan potensi vasodilator yang besar adalah adenosin. Dengan adanya konsentrasi oksigen yang sangat  rendah di dalam sel-sel otot, maka sebagian besar ATP sel dipecah menjadi adenosin monofosfat; kemudian sebagian kecil mengalami penguraian lebih lanjut guna membebaskan adenosin ke dalam cairan jaringan otot jantung. Sesudah adenosin menimbulkan vasodilatasi, sebagian besar diabsorbsi ke dalam sel-sel jantung untuk digunakan kembali.
Adenosin bukanlah satu-satunya produk vasodilator yang telah dikenali. Produk vasodilator lainnya adalah senyawa adenosin fosfat, ion kalium, ion hidrogen, karbondioksida, bradikinin, dan, kemungkinan prostaglandin dan nitrit oksida.
Namun tetap dijumpai beberapa kesulitan pada hipotesis vasodilator. Pertama, zat-zat yang mengahambat atau mengambat sebagian efek vasodilator adenosin tidak mencegah vasodilator koroner yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas otot jantung. Kedua, penelitian pada otot rangka telah menunjukkan bahwa infus adenosin yang terus menerus akan mempertahankan dilatasi vaskular hanya untuk 1 sampai 3 jam, dan ternyata aktivitas otot akan tetap mendilatasi pembuluh darah lokal bahkan bila adenosin tidak dapat lagi mendilatasi pembuluh darah tersebut.
c)    Pengaturan Aliran Darah Koroner oleh Saraf
Perangsangan saraf otonom ke jantung dapat mempengaruhi aliran darah koroner baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung merupakan hasil dari kerja langsung zat-zat transmiter saraf, asetilkolin dari nervus vagus serta norepinefrin dan epinefrin dari saraf simpatis pada pembuluh darah koroner itu sendiri. Pengaruh tidak langsung akibat dari perubahan sekunder pada aliran darah koroner yang disebabkan oleh peningkatan atau penurunan aktivitas jantung.
Pengaruh tidak langsung, yang sangat berlawanan dengan pengaruh langsung, berperan  jauh lebih penting dalam pengaturan aliran darah koroner yang normal. Jadi, rangsangan simpatis, yang melepaskan norepinefrin dan epinefrin, meningkatkan frekuensi dan kontraktilitas jantung serta meningkatkan kecepatan metabolisme jantung. Selanjutnya, peningkatan metabolisme jantung akan mengaktifkan mekanisme pengaturan aliran darah lokal guna mendilatasi pembuluh darah koroner, dan aliran darah meningkat hampir sebanding dengan kebutuhan metabolik otot jantung. Sebaliknya, perangsangan vagus, yang melepaskan asetilkolin, akan memperlambat jantung dan memberi sedikit efek penekanan pada kontraktilitas jantung. Kedua efek ini akan menurunkan konsumsi oksigen jantung, dan karena itu, secara itdak lansung menyebabkan konstriksi arteri koroner.
d)   Pengaruh Langsung Perangsangan  Saraf pada Pembuluh Darah Koroner
Distribusi serabut saraf parasimpatis (vagus) di sistem koroner ventrikel tidak terlalu banyak. Namun,  asetilkolin yang dilepaskan akibat perangsangan parsimpatis memilki efek langsung untuk mendilatasi arteri koroner.
Terdapat persarafan simpatis yang jauh lebih luas di pembuluh darah koroner. Zat transmiter simpatis norepinefrin dan epinefrin dapat memberi efek dilator atau konstriktor pada pembuluh darah, bergantung pada ada atau tidaknya reseptor konstriktor atau dilator di dinding pembuluh darah. Reseptor konstriktor disebut  reseptor alfa dan reseptor dilator disebut reseptor beta. Reseptor alfa dan beta ada di pembuluh darah koroner. Pada umumnya, pembuluh darah koroner epikardial mempunyai reseptor alfa yang lebih banyak, sedangkan arteri intramuskular memiliki lebih banyak reseptor beta. Karena itu, perangsangan simpatis, setidaknya secara teoritis, dapat menyebabkan sedikit konstriksi atau dilatasi koroner yang menyeluruh, tetapi biasanya lebih banyak konstriksi. Pada beberapa orang, efek vasokonstriktor alfa tampak sangat tidak seimbang, dan orang-orang ini dapat mengalami iskemia miokardium vasospastik selama periode perangsangan simpatis yang berlebihan, sering kali menyebabkan nyeri angina.
Faktor metabolik (terutama konsumsi oksigen miokardium) merupakan pengendali utama aliran darah miokardium. Bilamana efek langsung perangsangan saraf mengubah aliran darah koroner ke arah yang salah, pengaturan metabolik terhadap aliran koroner biasanya akan menghilangkan pengaruh saraf yang bekerja langsung dalam waktu beberapa detik.

3.    Gambaran Khusus Metabolisme Otot Jantung
Dalam keadaan istirahat, otot jantung biasanya menggunakan asam lemak untuk menyuplai sebagian besar energinya dan bukan karbohidrat (sekitar 70 % energi berasal dari asam lemak). Namun, seperti juga pada jaringan lainnya, pada keadaan anaerobik atau iskemik, metabolisme jantung harus memakai mekanisme glikolisis anaerobik untuk energinya. Namun, glikolisis memakai glukosa darah dalam jumlah yang banyak sekali dan pada waktu yang bersamaan membentuk sejumlah besar asam laktat di jaringan jantung, yang mungkin merupakan salah satu penyebab nyeri jantung pada keadaan iskemik jantung.
Seperti yang terjadi pada jaringan lainnya, lebih dari 95 presen energi metabolik yang dilepaskan dari makanan dipakai untuk membentuk  ATP di dalam mitokondria. ATP ini kemudian bekerja sebagai pembawa energi untuk kontraksi otot jantung dan fungsi seluler lainnya. Pada iskemia koroner yang berat, ATP mula-mula terurai menjadi adenosin difosfat, kemudian menjadi adenosin monofosfat dan adenosin. Karena membran sel otot jantung bersifat sedikit permeabel bagi adenosin, maka banyak adenosin dapat berdifusi dari sel otot masuk ke dalam sirkulasi darah.
Adenosin yang terlepas ini dianggap sebagai salah satu zat yang menyebabkan dilatasi arteriol koroner selama hipoksia koroner. Namun, hilangnya adenosin ini juga membawa akibat yang serius pada sel. Dalam waktu paling sedikit 30 menit setelah iskemia koroner yang berat, seperti yang terjadi setelah infark miokardium, kira-kira setengah dari basa adenin dapat hilang dari sel-sel otot jantung yang terkena. Selanjutnya, kehilangan ini dapat diganti oleh sintesis adenosin baru dengan kecepatan hanya 2 persen per jam. Karena itu, bila serangan iskemia yang serius telah berlangsung selama 30 menit atau lebih, maka usaha untuk menghilangkan iskemia koroner mungkin sudah terlambat untuk menyelamatkan kelangsungan hidup sel-sel jantung. Hal ini hampir pasti menjadi salah satu penyebab utama kematian sel-sel jantung selama iskemia miokardium.

B.       Metabolisme Otot Jantung Iskemia
Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium.
Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metabolisme aerob menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efesien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus kreb. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob (yaitu asam laktat) akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel.
Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang, serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi.
Berubahnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat Prespon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya volume sekuncup (jumlah darah yang keluar setiap kali jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistol akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu.
Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan respons kompensasi simpais terhadap berkurangnya fungsi miokradium. Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respon vagus.


Baca Selengkapnya>>

Anatomi Kardiovaskuler

A.    Embriogenesis Jantung
            Embriogenesis jantung merupakan serangkaian proses yang kompleks. Untuk keperluan pemahaman, proses yang rumit tersebut dapat disederhanakan menjadi empat tahapan, yaitu :
1.     Tubing
Yaitu tahapan ketika bakal jantung masih merupakan tabung sederhana.
2.     Looping
Yakni suatu peristiwa kompleks berupa perputaran bagian-bagian bakal jantung dan arteri besar (aorta dan a. Pulmonalis).
3.    Septasi
Yakni proses pemisahan bagian-bagian jantung serta arteri besar dengan pembentukan berbagai ruang jantung.
4.    Migrasi
Yakni pergeseran bagian-bagian jantung sebelum mencapai bentuk akhirnya.
Perlu diingat bahwa keempat proses tersebut benar-benar merupakan proses yang terpisah, namun merupakan rangkaian proses yang saling tumpang tindih. (Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2001)

B.     Anatomi Makro Miokard septum dan katup jantung
1.      Lapisan Jantung
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun secara spiral dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus (Sherwood, Lauralee, 2001: 262). Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan berbeda, yaitu:
 a)      Perikardium (Epikardium)
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkis jantung. Terdiri dari dua lapisan, yaitu:
a.       Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong yang membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar merekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
b.      Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu Perikardium parietalis membatasi perikarduim fibrosum sering disebut epikardium, dan Perikarduim fiseral yang mengandung sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah pergerakan jantung.
b)      Miokardium
Myo berarti “otot”, merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot jantung, membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot ini tersusun secara spiral dan melingkari jantung. Lapisan otot ini yang akan menerima darah dari arteri koroner (Sherwood, Lauralee, 2001: 262).
c)      Endokardium
Endo berarti “di dalam”, adalah lapisan tipis endothelium, suatu jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi (Sherwood, Lauralee, 2001: 262).

2.      Ruang Jantung
Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, dan memiliki empat bilik (ruang), bilik bagian atas dan bawah di kedua belahannya. Bilik-bilik atas, atria (atrium, tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya ke bilik-bilik bawah, ventrikel, yang memompa darah dari jantung. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi otot kontinu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting, karena separuh kanan jantung menerima dan memompa darah beroksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan memompa darah beroksigen tinggi (Sherwood, Lauralee, 2001: 259-260).
 Kedua atrium dipisahkan oleh sekat antar atrium (septum interatriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat antar ventrikel (septum inter-ventrikulorum). Atrium dan ventrikel pada masing-masing sisi jantung berhubungan satu sama lain melalui suatu penghubung yang disebut orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka atau tertutup oleh suatu katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV sebelah kiri disebut katup bikuspid (katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan disebut katup trikuspid.

Menurut John Gibson 2002 hal. 98, ruang jantung terbagi atas :
a.       Atrium Kanan
Berfungsi sebagai penyimpan darah yang berasal dari vena cava superior dan inferior dan penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik kedalam ventrikel kanan kemudian ke paru-paru. 
b.      Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit yang unik guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah kedalam arteri pulmonalis.
c.       Atrium Kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenisasi dari paru-paru melalui vena pulmonalis.
d.      Ventrikel kiri
Ventrikel kiri meghasilkan tekanan yang tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik dan mempertahankan aliran darah ke jaringan perifer.

3.      Katup-katup Jantung
Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melaui bilik-bilik jantung. Ada 2 jenis katup jantung yaitu katup atrioventrikularis (katup AV) yang memisahkan atrium dengan ventrikel, dan katup semilunaris yang memisahkan arteri pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan. Katup-katup ini membuka dan menutup secara pasif, menanggapi perubahan tekanan dan volume dalam bilik-bilik jantung dari pembuluh darah. Katub-katub terletak sedemikian rupa, sehingga mereka membuka dan menutup secara pasif karena perbedaan tekanan, serupa dengan pintu satu arah. (Sherwood, Lauralee, 2001: 261).
a.       Katup Atrioventrikularis
Katup ini terbagai atas 2 katup yaitu :
 1)   Katup trikuspidalis
Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup.

2)      Katup bikuspidalis atau mitral
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri.. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.

 b.      Katup Semilunaris
Terdiri dari 2 katup yaitu :
1)      Katup pulmonalis
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.

2)      Katup aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri.

C.    Anatomi dan Tofogrfi Pembuluh darah
1.         Arteri
Arteri merupakan pembuluh yang bertugas membawa darah menjauhi jantung. Tujuannya adalah sistemik tubuh, kecuali a.pulmonalis yang membawa darah menuju paru untuk dibersihkan dan mengikat oksigen. Arteri terbesar yang ada dalam tubuh adalah aorta,  yang keluar langsung dari ventrikel kiri jantung.
Aorta yang keluar keluar dari ventrikel kiri jantung sebagai aorta ascendens. Kemudian, aorta ascendens mengalami percabangan yaitu arcus aorta sebelum melanjutkan diri sebagai aorta descendens. (Pearce Evelyn. 2006)
2.     Vena
Vena merupakan pembuluh yang mengalirkan darah dari sistemik kembali ke jantung (atrium dextra), kecuali v.pulmonalis yang berasal dari paru menuju atrium sinistra. Semua vena-vena sistemik akan bermuara pada vena cava superior dan vena cava inferior. (Pearce Evelyn. 2006)
D.    Sirkulasi Sistem Kardiovaskuler
1.           Sirkulsi sistemik
Darah masuk ke atrium kiri dari vena pulmonaris. Darah di atrium kiri mengalir ke dalam ventrikel kiri melalui katup atrioventrikel (AV), yang terletak di sambungan atrium dan ventrikel (katup mitralis). Semua katup jantung membuka ketika tekanan dalam ruang jantung atau pembuluh yang berada di atasnya melebihi tekanan di dalam ruang atau pembuluh yang ada di bawah.
Darah dari ventrikel kiri menuju ke arteri besar berotot yang disebut aorta melalui katup aorta. Darah di aorta diteruskan ke seluruh sirkulasi sistemik melalui arteri, arteriol dan kapiler yang kemudiaan menyatu kembali untuk membentuk vena-vena. Vena-vena dari bagian bawah tubuh mengembalikan darah ke vena terbesar, vena kava inferior, sedangkan vena dari bagian atas tubuh mengembalikan darah ke vena kava superior. Kedua vena bermuara ke atrium kanan.
(Corwin Elizabeth. 2009. Hal 317)

2.           Sirkulasi paru
Darah di atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan melalui katup AV lainnya, katup semilunaris. Dari vetikel kanan mengalir melalui katup pulmonaris ke arteri pulmonaris. Arteri pulmonaris bercabang-cabang menjadi arteri pulmonaris kiri dan kanan yang masing-masing mengalir ke paru-paru kiri dan kanan. Di paru-paru arteri pulmonaris becabang-cabang berkali-kali menjadi ateriol kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada satuan pernafasan melalui sebuah alveolus. Semua kapiler menyatu kembali menjadi venula,kemudian vena. Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonaris besar. Darah mengalir di dalam vena pulmonaris kembali ke atrium kiri untuk menyelesaikan siklus aliran darah. (Corwin Elizabeth. 2009. Hal 317) 


Baca Selengkapnya>>

Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Koroner


Penyakit Jantung Koroner.
a. Pengertian
Penyakit jantung koroner diakibatkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner. Penyempitan atau penyumbutan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri (Yenrina, Krisnatuti, 1999).
b. Penyebab jantung koroner.
Salah satu penyakit jantung koroner adalah kebiasaan makanmakanan berlemak tinggi terutama lemak jenuh. Agar lemak mudah masuk dalam peredarah darah dan diserap tubuh maka lemak harus diubah oleh enzim lipase menjadi gliserol. Sebagian sisa lemak akan disimpan di hati dan metabolisme menjadi kolesterol pembentuk asam empedu yang berfungsi sebagai pencerna lemak, berarti semakin meningkat pula kadar kolesterol dalam darah. Penumpukan tersebut dapat menyebabkan (artherosklerosis) atau penebalan pada pembuluh nadi koroner (arteri koronoria). (Yenrina, Krisnatuti, 1999).
Aterosklerosis adalah suatu keadaan arteri besar dan kecil yang ditandai oleh endapan lemak, trombosit, makrofag dan leukosit di seluruh lapisan tunika intima dan akhirnya ke tunika media. ( Elizabeth J.Corwin, 2009, 477)
Langkah pertama dalam pembentukan arteriosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan sel indotel lumen arteri. Kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan permeabilitasnya terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan trigliserida, sehingga zat – zat ini dapat masuk kedalam arteri. Oksidasi asam lemak yang menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah. Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera. Sel darah putih melepaskan sitokin proinflamantori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses pembekuan, mengaktivasi sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimiawi) yang mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area cedera, sel darah putih akan menempel disan oleh aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah putih. Pada saat menempel dilapisan endotelia, monosit dan netrofil mulai ber emigrasi di antara sel – sel endotel, ke ruang interstisial, di ruang interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag, dan bersama neutrofil, tetap melepaskan sitokin, Yang meneruskan siklus inflamasi, sitokin pro inflamantori juga merangsang ploriferasi sel otot polos, yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima, selain itu kolesterol dan lemak plasma mandapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan terdapat lapisan lemak di arteri, apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (trombus). Sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah. Hasil akhirnya dalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit, dan proliferasi sel otot polos.
Apapun yang menjadi faktor pemicunya, aterosklerosis menyebabkan penurunan diameter arteri dan peningkatan kekakuan, area aterosklerotik disebut plak. ( Elizabeth J.Corwin, 2009, 477)
Salah satu Penyakit jantung akibat insufisiensi aliran darah koroner yaitu, Angina pectoris dan Infark miokardium
1) Angina Pektoris
Angina pectoris adalah adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respon, terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel – sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen.
Jika beban kerja suatu jaringan meningkat maka kebutuhan oksigen juga meningkat; pada jantung yang sehat, arteria koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung; namun jika arteria koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat arterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemi miokardium; sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Cara ini tidak efisien dan me-nyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris merupakan suatu keadaan yang berlangsung singkat. ( Elizabeth J.Corwin, 2009, 492)
a)  Jenis Angina
Terdapat tiga jenis angina, yaitu : ( Elizabeth J.Corwin, 2009, 492)
1. Angina stabil
Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga.
2. Angina prinzmetal
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataannya sering timbul pada waktu beristirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal terjadi spasme arteri koroner yang menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan arterosklerosis.
3. Angina tak stabil
Adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal ; dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung; hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis koroner, yang ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme.
 b) Gambaran Klinis ( Elizabeth J.Corwin, 2009, 493)
·         Nyeri seperti diperas atau tertekan di daerah perikardium, atau substernum dada, kemungkinan menyebar ke lengan, rahang atau thoraks.
·         Pada angina stabil dan tidak stabil, nyeri biasanya berkurang dengan istirahat. Angina prinzmetal tidak mereda dengan istirahat tetapi biasnya menghilang dalam 5 menit.
 2) Infark Miokardium  
Infark miokard adalah kematian sel – sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan, hal ini adalah respon letal terakhir terhadap iskemia miokard yang tidak teratasi. Sel – sel miokardium mulai mati sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobic lenyap, dan sel tidak dapat memenuhi kebutuhan energinya. ( Elizabeth J.Corwin, 2009, 495)
a) Patofisiologi
Tanpa ATP, pompa natrium kalium berhenti dan sel terisi ion natrium dan air yang akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis sel melepaskan simpanan kalium intra sel dan enzim intra sel yang menyederai sel – sel di sekitarnya.. protein intrasel mulai mendapat akses ke sirkulasi sistemik dan ruan interseistial dan ikut menyebabkan edema dan pembengkakkan interstisial di sekitar sel miokardium, akibat kematian sel. Tercetus reaksi inflamasi. Di tempat inflamasi, terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan factor pembekuan. Terjadi degranulasi sel mast yang menyebabkan pelepasan histamine dan berbagai prostaglandin. Sebagian bersifat vasokonstriktif dan sebagian merangsang pembekuan (tromboksan). ( Elizabeth J.Corwin, 2009, 495)
Dengan dilepaskannya berbagai enzim intra sel dan ion kalium serta penimbunan asam laktat, jalur hantaran listrik jantung terganggu, hal ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi atrium dan ventrikel atau terjadinya distritmia, dengan matinya sel otot dan karena pola listrik jantung berubah, pemommpaan jantung menjadi kurang terkoordinasi sehingga kontraktilitasnya menurun, volume sekuncup menurun sehingga terjadi penurunan tekanan darah sistemik.
Penurunan tekanan darah merangsang respon baroreseptor. Sehingga terjadi pengaktivan system saraf simpatis, system rennin angiotensin, dan peningkatan pelepasan hormone antidiuretik, hormone stress ( ACTH dan kortisol). Juga dilepaskan, disertai peningkatan produksi glukosa, pengaktifan system saraf simpatis berkurang.
Dengan berkurangnya perangsangan saraf parasimpatis dan meningkatnya perangsangan simpatis, ke nodus SA, kecepatan denyut jantung meningkat, demikian juga perangsangan simpatis dan angiotensin pada arteriol menyebabkan peningkatan TPR. Aliran darah ke ginjal berkurang sehingga produksi urine berkurang dan ikutberperan merangsang system rennin angiotensin. Konstriksi arteriol menyebabkan penurunan tekanan kapiler sehingga menurunkan gaya – gaya yang mendorong filtrasi.  
Secara singkat, semakin banyak darah (peningkatan preload) di salurkan ke jantung, jantung akan memompa lebih cepat untuk melawan arteri yang menyempit (peningkatan afterload). Hasil netto dari pengaktifan semua refleks tersebut, yang terjadi akibat penurunan kontaktilitas jantung dan tekanan darah, adalah meningkatnya beban kerja jantung yang telah rusak. Kebutuhan oksigen jantung meningkat. Apabila kebutuhan oksigen dari lebih banyak sel tidak dapat dipenuhi, maka terjadi peluasan daerah sel yang cedera dan iskemik di sekitar zona nekrotik (mati). Sel – sel yang mengalami cedera dan iskemia ini beresiko ikut mati. Kemampuan memompa jantung semakin berkurang dan terjadi hipoksia semua jaringan dan organ, termasuk bagian jantung yang masih sehat. Akhirnya, karena darah di pompa secara tidak efektif, dan kacau maka darah mulai mengalir secara lambat dalam pembuluh jantung. Hal ini, disertai akumulasi trombosit dan factor pembekuan lainnya yang meningkatkan resiko pembentukan bekuan darah. ( Elizabeth J.Corwin, 2009, 496)
 b) Penyebab Infark Miokard
Terlepasnya plak arteriosklerosis dari salah satu arteri koroner dan kemudian tersangkut di bagian hilir sehingga menyumbat aliran darah ke seluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut. Infark miokardium juga dapat terjadi jika lesi trombotik yang melekat di arteri menjadi cukup besar untuk menyumbat total aliran ke bagian hilir, atau jika suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga kebutuhan oksigen tidak dapat terpenuhi. ( Elizabeth J.Corwin, 2009, 496)
c) Gambaran klinis
·         Nyeri dengan awitan yang biasanya mendadak, sering di gambarkan memiliki sifat meremukkan dan patah.
·         Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat.
·         Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka.
·         Kulit yang dingin, pucat akibat vasokontriksi simpatis.
·         Pengurangan urine berkurang karena penurunan aliran darahginjal serta peningkatan  aldosteron dan ADH.
·         Takikardia akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung.
·         Keadaan mental berupa keadaan sangat cemas disertai perasaan mendekati kematian, berhubungan dengan pelepasan hormone stress dan ADH (vasopressin)
d. Pemeriksaan Diagnostic ( Marilynn E. Doenges, 2000, 85 )
  • EKG : Menunjukkan peninggian gelombang S-T, Iskemia berarti ;penurunan atau datarnya gelombang T, menunjukkan cedera ; dan adanya gelombang Q, nekrosis berarti.
  • Enzim jantung dan iso enzim : CPK-MB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), meningkat dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam. LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam, dan memakan waktu lama untuk kembali normal.
  • Elektrolit : ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat mempengaruhi kontraktilitas, contoh, hipokalemia / hiperkalemia.
  • Sel darah putih : Leukosit ( 10.000 – 20.000 ). Biasanya tampak pada hari kedua setelah IM sehubungan dengan proses inflamasi.
  • Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari kedua – ketiga setelah MI. Menunjukkan inflamasi.
  • Kimia : Mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi / perfusi organ akut / kronis.
  • GDA / Oksimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut / kronis
  • Kolesterol / trigliserida serum : Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IM.
  • Foto dada : Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
  • Ekokardiogram : Mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup / dinding ventrikuler, dan konfigurasi / fungsi katup.
  • Pencitraan darah jantung : Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi ( aliran darah )
  • Angiografi koroner : Menggambarkan penyempitan / penyumbatan arteri koroner. dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase akut IM kecuali mendekati bedah jantung angioplasti.
  • Digital Substraction Angiography (DSA) : teknik yang digunakan untuk menggambarkan status penanaman arteri dan untuk mendeteksi penyakit arteri perifer.
  • Nuclear Magnetic Resonance (NMR) : memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung / katup ventrikel, katup, lesi vaskuler, pembentukan plak, are nekrosis / infark, dan bekuan darah.
  • Tes stress olahraga : menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktivitas ( sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan)
 
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ( Marilynn E. Doenges, 2000, 83 )
     Terlampir.



Untuk lebih lengkapnya silahkan download disini.
  

Baca Selengkapnya>>