Senin, 30 Mei 2011

Cara Merubah Icon Address Bar di Blog

Sekarang saya akan menjelaskan bagaimana cara merubah Icon Address Bar di Blog. Untuk mengganti icon blog tersebut tidaklah sulit, cukup terapkan langkah-langkah berikut :
  • Login ke Blogger 
  • Klik Tata Letak >> Edit HTML
  • Lalu cari code <b:skin><![CDATA[/* dan letakkan kode berikut sebelum code <b:skin><![CDATA[/*
<link href='http://alamat tempat anda menyimpan file' rel='shortcut icon'/>
catatan : tulisan berwarna merah diganti dengan alamat url kamu
contohnya :
<link href='http://i1081.photobucket.com/albums/j346/vick_pc/VSlogo-1.gif'shortcut icon'/>
  • Cara cepat mencari code  <b:skin><![CDATA[/* dengan Ctrl+F, kemudian ketik code tersebut
  • klik Simpan Template dan selesai
  • Maka hasilnya akan seperti


Selamat Mencoba

Baca Selengkapnya>>

Sabtu, 28 Mei 2011

IOBit Game Booster 2.0 + Key: Mempercepat Gaming

Bagi anda yang suka bermain game yang berat2, software ini dapat meningkatkan kenyamanan dalam bermain game. Performa PC anda akan di optimalkan secara otamatis.

Iobit Game Booster 2.0 premium merupakan aplikasi yang memang di rancang untuk dapat meningkatkan performa komputer kita dalam bermain game.Dengan menggunakan game booster sobat blogger tidak perlu setting ini itu untuk mendapatkan performa yang baik dalam bermain game. Sobat blogger hanya perlu klik, dan rasakan sendiri perbedaan nya.


Kompatibel dengan PunkBuster, Cheathing_death, VAC, dan software anti-cheat lainnya.




















Fitur:
  • 1-click boosting game performance enchanced
  • create your own game box new!
  • install latest drivers new!
  • get useful tools new!
  • defragments game files enhanced!
  • tweak system for top pc performance new!
  • fine tune-up game settings new!
  • intuitive and vibrant interface new!
Support Windows:
Windows XP, Vista, 7 and 2000




  Selengkapnya Download Disini

   

Baca Selengkapnya>>

Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Medikal Bedah: Anemia

A.  Anemia (Defisiensi Besi, Pernisiosa, Aplastik, Hemolitik)
1.   Pengertian
“Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah.” (Doenges E. Marrlyn, 1999:569)
            “Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah”. (Price A. Sylvia, 2002:232)
            ‘Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Penyebab anemia”
Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan, kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya.
  1. Penyebab anemia
 Penyebab anemia antara lain sebagai berikut:
a.       Anemia pasca perdarahan: akibat perdarahan massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau perdarahan menahun: cacingan.
b.      Anemia defisiensi: kekurangan bahan baku pembuat sel darah. Bisa karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis kurang, keperluan yang bertambah.
c.       Anemia hemolitik: terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan. Karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie, dll. Sedang faktor ekstrasel: intoksikasi, infeksi-malaria, reaksi hemolitik transfusi darah.
d.      Anemia aplastik disebakan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang).
3. Klasifikasi anemia
a..  Anemia defisiensi besi
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2 mg yang diserap.
a.       Anemia pada penyakit kronik
Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial siderosis. Anemia pada penyakit kronik merupakan jenis anemia terbanyak kedua setelah anemia defisiensi yang dapat ditemukan pada orang dewasa di Amerika Serikat.
b.      Anemia pernisiosa
Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik terjadi karena gangguan absorpsi vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun.
c.       Anemia defisiensi asam folat
Asam folat terutama terdapat dalam daging, susu dan daun-daun yang hijau. Umumnya berhubungan dengan malnutrisi.
d.      Anemia karena perdarahan
Anemia karena perdarahan hebat misalnya kecelakaan, pembedahan, persalinan dan menstruasi.
e.       Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari), baik sementara atau terus-menerus.
f.       Anemia hemolitik autoimun
Anemia hemolitik autoimun (Autoimmune Hemolytic Anemia, AIHA) merupakan kelainan darah yang didapat.
g.      Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah.
4.      Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misal berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
        Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini, bilirubin, yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma.
        Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam palsma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) maka mengikat semuanya hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Jadi ada atau tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui sifat proses hemolitik tersebut.
5.  Tanda dan Gejala
a.       Tanda-tanda umum anemia:
1)      Lelah
2)      Lemah
3)      Kurang tenaga
4)      Kepala terasa melayang
5)      Pucat pada mukosa faring
6)      Susah berkonsentrasi
b.      Manifestasi khusus pada anemia:
1)      Anemia aplastik: ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.
2)      Anemia defisiensi: konjungtiva pucat (Hb 6 – 10 gr/dl), telapak tangan pucat (Hb< 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia, takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat. Anemia aplastik: ikterus, hepatosplenomegali.
5.      Penatalaksanaan
a.       Anemia pasca perdarahan: transfusi darah. Pilihan kedua: plasma ekspander atau plasma substitute. Pada keadaan darurat bisa diberikan infus IV apa saja.
b.      Anemia defisiensi: makanan adekuat, diberikan SF 3 x 10 mg/kg BB/hari. Transfusi darah hanya diberikan pada Hb< 5 gr/dl.
c.       Anemia aplastik: prednison dan testosteron, transfusi darah, pengobatan infeksi sekunder, makanan dan istirahat.

B. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Ganguan Sistem Hematologi : Anemia (Pendarahan
     Terlampir


  Selengkapnya Download Disini 



Baca Selengkapnya>>

Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Medikal Bedah: Hipertensi

A.   Konsep Dasar Hipertensi
1.    Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas  140 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 mmHg, namun pada populasi manula  didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg, dan tekanan diastolic 90 mmHg. ( Brunner & Suddarth, 2002: 896)
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat hipertensi. ( Mansjoer, Arif M, 2001 : 518 )
Jadi dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan kondisi tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolic lebih dari 90 mmHg, dan pada populasi manula tekanan sistolik lebih dari 160 mmHg dan diastolik  lebih dari 90 mmHg.
2.  Etiologi
Penyebab hypertensi dibagi 2, yaitu :
a.       Hypertensi essensial (primer), yaitu hypertensi yang berhubungan dengan obesitas, hyperkolesterodemia, diet tinggi garam, diabetes, stress, kepribadian tipe Atau, riwayat keluarga, merokok dan kurang olahraga.
b.      Hypertensi sekunder yaitu hypertensi yang disebabkan oleh beberapa faktor :
1)   Renovaskuler; penyakit perenkim, misalnya glumerolonepritis akut dan menahan.
2)   Penyempitan (stenosis) arteri renalis, akibat aterosklerosis atau fibroplasias bawaan.
3)   Penyakit atau sindrom cushing, dapat disebabkan peningkatan sekresi glukokortikoid akibat penyakit adrenal atau disfungsi hipofisis.
4)   Aldosteronisme primer; peningkatan sekresi aldosteron, akibat tumor adrenal.
5)   Feokromositoma, tumor medulla adrenal   yang berakibat peningkatan sekresi katekolamin adrenal.
6)   Koarktasio aorta, kontraksi aorta bawaan pada tingkat ductus arteriosus, dengan peningkatan tekanan darah diatas kontraksi dan penurunan tekanan dibawah kontraksi.
1.     Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras syaraf simpatis, yang berlanjut kebawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem syaraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut syaraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norefineprin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norefineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem syaraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kalenjer adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medulla adrenal mengsekresi efineprin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortikol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan darah keginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Smeltzer dan Bare. 2001 : 898)
2.      Manifestasi Klinis
                 Manifestasi yang ditimbulkan oleh hypertensi, yaitu pusing, cepat marah, telinga berdenging, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang.
3.      Komplikasi
Komplikasi dari hypertensi, yaitu gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung dan gangguan ginjal.
4.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Hemoglobin/ hematokrit : bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti hyperkoagulabilitas, anemia.
b.      BUN/kreatin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c.       Glukosa : hyperglikemia dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hypertensi).
d.      Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama untuk menjadi efek samping terapi diuretic.
e.       Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hypertensi.
f.       Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskular).
g.      Pemeriksaan tyroid : hypertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hypertensi.
h.      Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
i.        Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hypertensi.
j.        Steroid urine : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma atau disfungsi pituitary, sindrom cushing’s kadar rennin dapat juga meningkat.
k.      Intra vena pressure : dapat mengidentifikasikan penyebab hypertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal ureter.
l.        Foto dada :  dapat menunjukkan obtruksi klasifikasi pada area katup; deposit pada dan/atau takik aorta; pembesaran jantung.
m.    Computer tonografi scanning : mengkaji tumor serebral, Cairan Spinalis Vertebra, ensefalopati atau feokromositoma.
n.      Elektrokardiogradi : dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan,gangguan konduksi. Catatan : luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hypertensi.
5.      Penatalaksaan atau Pengobatan
Penatalaksanaan pasien dengan hipertensi pada fase awal bias dengan cara memodifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan resiko kardiovaskuler dengan biaya sedikit, dan resiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski harus disertai obat atihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat. Langkah-langkah yang dianjurkan adalah untuk :
a.       Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (indeks massa tubuh ≥ 27).
b.      Membatasi alcohol.
c.       Meningkatkan aktivitas fisik aerobic (30-45 menit/hari).
d.      Mengurangi asupan natrium.
e.       Mempertahankan asupan kalium yang adekuat.
f.       Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat.
g.      Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.
Penatalasanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian pasien di mulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai umur, kebutuhan, dan usia.

B.    Asuhan Keperawatan Teoritis Dengan Klien Hipertensi
      Terlampir

 Selengkapnya Download Disini

Baca Selengkapnya>>

Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Medikal Bedah: Hepatitis

A.    Konsep Dasar Hepatitis
1.      Pengertian
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).
Hepatitis adalah peradangan luas pada jaringan hati yang menyebabkan nekrosis dan de-generasi sel (Charlene J. Reeves, et al, 2001 : 143).
Hepatitis adalah suatu inflamasi pada hati yang menyebabkan suatu gangguan pada ekskresi bilirubin (Gorzemen and Bowdoin, 1990:150).
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan inflamasi pada sel-sel hati yang menghsilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer and Suzanne, 2002: 1169).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Hepatitis adalah suatu penyakit infeksi dan kerusakan akibat radang  pada jaringan hati yang menyebabkan gangguan fungsi.
2.      Etiologi
Penyebab Hepatitis terdiri dari infeksi virus (A,B,C,D,E) obat-obatan kimia, dan racun, reaksi-reaksi dari tranfusi darah yang berubah jadi virus Hepatitis, hipertiroid, dan ingesti etil alkohol (senyawa kimia), hasilnya dalam Hepatitis alkohol (Blank Joyce. et al. 1987 : 1500).
Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV). Virus Hepatitis B (HBV) merupakan virus DNA berselubung ganda berukuran 42 mm yang memiliki lapisan permukaan  dan bagian inti. HBV memiliki cincin sirkular dalam partikel pusat (HBcAg) yang dikelilingi suatu lapisan protein permukaan (HBsAg). Virus ini juga mengadung antigen “e” (HBeAg).
 Penanda serologis yang pertama dipakai untuk identifikasi HBV adalah antigen permukaan (HBsAg, dahulu disebut “Antigen Australia”), yang positif kira-kira 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis, dan biasanya menghilang pada masa konvalesen dini tetapi dapat pula bertahan selama 4 sampai 6 bulan. Infeksi HBV merupakan penyebab utama Hepatitis akut, Hepatitis kronis, Sirosis dan kanker hati diseluruh dunia.
Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus membran mukosa, terutama melalui hubungan seksual. Menurut sumber dari http://www.wikipedia.com diterangkan bahwa dibandingkan virus AIDS (HIV), virus Hepatitis B (HBV) ini ternyata seratus kali lebih ganas (infectious), dan sepuluh kali lebih banyak (sering) menularkan. Masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 60 hingga 90 hari. HBsAg telah ditemukan pada hampir semua cairan tubuh orang yang terinfeksi-darah, semen, saliva, air mata, asites, air susu ibu, urine, dan bahkan feses. Setidaknya sebagian cairan tubuh ini (terutama darah, semen dan saliva) telah terbukti bersifat infeksius. Sama hal dengan virus lain, maka virus Hepatitis B ini juga tidak dapat mengadakan replikasi tanpa bantuan sel hospes. Setelah partikel virus B yang utuh masuk ke dalam tubuh maka DNA genome virus tersebut akan diangkut ke dalam inti sel hati, di mana akan terjadi transkripsi genome virus B dan terjadi replikasi dari DNA virus B dalam inti sel hati.
 Menurut Price (1995) Infeksi HBV ini dapat menyerang semua golongan usia atau kelompok-kelompok tertentu dan orang-orang yang memiliki cara hidup tertentu yang beresiko tinggi untuk terinfeksi virus HBV, kelompok ini mencakup :
a.       Imigran dari daerah endemis HBV.
b.      Pengguna obat IV yang sering bertukar jarum dan alat suntik
c.       Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau orang yang terinfeksi.
d.      Pria homoseksual yang secara seksual aktif.
e.       Pasien rumah sakit jiwa.
f.       Narapidana pria.
g.      Pasien hemodialisis dan penderita hemophilia yang menerima produk tertentu dari plasma.
h.      Kontak serumah dengan carier HBV.
i.        Pekerja sosial di bidang kesehatan, terutama yang banyak kontak dengan darah.
j.        Bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi, dan dapat terinfeksi pada saat atau segera setelah lahir.  
3.      Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (Hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami Hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dalam urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada kulit dan ikterus.
4.      Manifestasi klinis
Gejala klinik Hepatitis B akut hampir tak berbeda dengan gejala klinik Hepatitis tipe lainnya. Perjalanan Hepatitis akut dibagi menjadi 4 tahap, (sumber : Arifin. 2008. www.rusari.com diperoleh tanggal 21 Juli 2008)
a.       Masa inkubasi
Masa inkubasi, yang merupakan antara saat penularan infeksi dan saat timbulnya gejala / ikterus, berkisar antara 1-6 bulan, rata-rata 60-75 hari. Panjangnya masa inkubasi tergantung dari dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan. Makin besar dosis virus yang ditularkan, makin pendek masa inkubasi
b.      Fase Pre Ikterik (3-14 hari)
Fase ini adalah waktu antara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala dan ikterus. Keluhan awal non-spesifik seperti malaise, rasa lemas, lelah, anoreksia, mual, sampai muntah, terjadi perubahan pada indera rasa dan penciuman, panas yang tidak tinggi, nyeri kepala, nyeri otot-otot, rasa tidak enak  / nyeri abdomen bagian atas tengah / kanan; pada sebagian kecil penderita dapat timbul “serum sicknees-like syndrome”: febris, urtikaria, artralgia (sering pada ekstremitas bawah); perubahan warna urin menjadi coklat sering sudah dapat dilihat antara 1-5 hari sebelum timbul ikterus.
 c.       Fase Ikterik
Dengan timbulnya ikterus, keluhan-keluhan prodromal secara berangsur akan berkurang, kadang rasa malaise, anoreksia masih sering berlangsung, dan nyeri abdomen kanan atas bertambah. Lama berlangsungnya ikterus dapat berkisar antara 1-6 minggu, umumnya pada anak paling cepat menghilang, pada orang dewasa ikterus didapatkan anatara 1-3 minggu. Beberapa penderita Hepatitis B akut menunjukkan ikterus selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan disertai ciri-ciri kolestasis : termasuk varian manifestasi Hepatitis B akut : tipe kolestatik, yang akan dibahas kemudian. Dalam fase ini teraba hepatomegali ringan, nyeri tekan; splenomegali ringan dan limfadenopati servikal terdapat pada 10-15% kasus.
d.      Fase penyembuhan
Fase penyembuhan diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan-keluhan, walaupun rasa malaise dan cepat capek kadang masih terus dirasakan; hepatomegali dan rasa nyerinya juga berkurang. Fase penyembuhan lamanya bervariasi berkisar antara 2-21 minggu. Penyembuhan klinis dan biokimiawi sempurna dapat diharapkan terjadi dalam 3-4 bulan setelah timbulnya ikterus, untuk sebagian besar kasus Hepatitis B akut ikterik yang tanpa komplikasi.
5.      Pemeriksaan Laboratorium
Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa Hepatitis dan akibat lanjut dari proses penyakit. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien Hepatitis Biasanya disesuaikan dengan kondisi pasien dan data yang dibutuhkan. Untuk mempermudah pemahaman akan pemeriksaan yang lazim dilakukan pada kasus Hepatitis B.
6.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap pasien Hepatitis terdiri dari istirahat, diet, dan pengobatan medikamentosa (Mansjoer, 2001 : 514).
a.       Istirahat
Pada periode akut dan dalam keadaan lemah, pasien Hepatitis B diharuskan untuk istirahat yang cukup karena pada kondisi-kondisi tertentu klien akan merasakan keletihan. Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan, akan tetapi istirahat dapat membantu memperkecil kemungkinan gangguan fungsi hati yang lebih serius.
b.      Diet
Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah, sebaiknya diberikan infuse. Jika tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori (30-35 kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 g/Kg BB). Pemberian lemak sebenarnya tidak perlu dibatasi. Dahulu ada kecenderungan untuk membatasi lemak, karena disamakan dengan penyakit kandung empedu.
c.       Medikamentosa
Penatalaksanaan medikamentosa terhadap pasien Hepatitis adalah sebagai berikut :
1)      Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan bilirubin darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestasis yang  berkepanjangan, dimana transaminase serum sudah kembali normal tetapi bilirubin masih tinggi. Pada keadaan ini dapat diberikan prednison 3 x 10 mg selama 7 hari kemudian dilakukan tapering off.
2)      Berikan obat-obat yang bersifat melindungi hati.
3)      Antibiotik tidak jelas kegunaannya.
4)      Jangan diberikan antiemetic. Jika perlu sekali dapat diberikan golongan fenotiazin.
5)      Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila pasien dalam keadaan prekoma atau koma, penanganan seperti pada koma hepatik.
7.      Komplikasi
Tidak seiap pasien dengan dengan Hepatitis virus akan mengalami perjalanan penyakit yang lengkap. Sejumlah kecil pasien memperlihatkan kemunduran klinis yang cepat setelah awitan ikterus akibat Hepatitis fulminan dan nekrosis hati massif. Hepatitis fulminan dicirikan oleh tanda dan gejala gagal hati akut (penciutan hati), kadar bilirubin serum meningkat cepat, pemanjangan waktu protrombin yang sangat nyata, dan koma hepatik. HBV bertanggung jawab atas 50% kasus Hepatitis fulminan, dan sering disertai infeksi HDV.
Komplikasi yang paling sering dijumpai adalah Hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Setelah Hepatitis virus akut, sejumlah kecil paien akan mengalami Hepatitis agresif atau kronik aktif, dimana terjadi kerusakan hati seperti digerogoti, dan perkembangan Sirosis. Kematian biasanya terjadi dalam kurun waktu 5 tahun akibat gagal hati atau komplikasi Sirosis. Akhirnya, suatu komplikasi lanjut dari Hepatitis B yang cukup bermakna yang sering dijumpai di negara-negara berkembang adalah karsinoma hepatoseluler (Sylvia A. Price, 1990 : 443-444).
B.     Asuhan Keperawatan pada Klien Hepatitis
      Terlampir



  Selengkapnya Download Disini






Baca Selengkapnya>>

Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Medikal Bedah: Cedera Kepala

A.    Konsep Dasar Cedera Kepala
1.      Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan intertitial dalam substansi otak tampak di ikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak (Brunner & Suddarth 2002 : 2210).
Trauma krania serebral atau trauma kepala merupakan trauma atau yang di sebab kan oleh kekuatan fisik eksternal yang menyebabkan kerusakan atau perubahan tingkat kesadaran (Donna & Merylin : 1993).
Dari pengertian diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu peristiwa traumatik yang mempengaruhi dari dfungsi otak yang disebabkan benturan sehingga menyebabkan perdarahan dan kerusakan fungsi otak.
2.      Etiologi
Cedera kepala dapat di sebabkan karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh. Kecelakaan industri, kecelakaan olah raga, luka pada persalinan. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah  kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (Brunner & Suddarth 2002 : 2210).
 3.      Mekanisme Cedera
Berdasarkan benturan pada kepala yang dapat di sebabkan karena adanya daya/kekuatan yang mendadak di kepala. Ada tiga mekanisme yang berpengaruh dalam trauma kepala yaitu :
a.       Aselerasi
Kepala diam di bentur oleh benda yang bergerak, biasanya yang terjadi hanyalah luka benturan karena akan bergerak mengikut arah gaya benturan.
b.      Deselerasi
Kepala yang bergerak membentur benda yang diam. Kekuatan benturan akan bekerja penuh pada kepala dan dapat menyebabkan terjadi bermacam-macam lesi.
c.       Deformasi
Kepala yang bergerak karena menyender pada benda lain, di bentur oleh benda bergerak
d.      Coup or counter  (aselerasi, deselerasi)
Cedera kepala yang kompleks karena melibatkan struktur-struktur kranium, parenkim, otot dan jaringan otak sehingga mengakibatkan fungsi tergangg
4.      Pathway
Terlampir
5.      Manifestasi Klinis
Secara umum  gejala-gejala yang muncul bergantung pada cedera lokal dan distribusi cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur tengkorak, tingkat kesadaran dan kerusakan jaringan otak.
1.      Fraktur Tengkorak
Fraktur tengkorak dapat melukai pembuluh darah dan saraf-saraf otak, merobek durameter yang mengakibatkan perembesan cairan serebrospinalis, jika terjadi fraktur tengkorak kemungkinan yang terjadi adalah :
·         Keluarnya cairan serebrospinalis atau cairan lain dari hidung (rhinorhoe) dan telinga (Otorrhoe).
·         Kerusakan saraf kranial
·         Perubahan di belakang membran timpani
·         Ekimosis pada periorbital
Jika  terjadi fraktur basiler, kemungkinan adanya gangguan pada saraf kranial dan kerusakan bagian  dalam telinga sehingga kemungkinan tanda dan gejalanya :
·         Perubahan tajam penglihatan karena nervus optikus.
·         Dilatasi pupil  dan hilangnya kemampuan pergerakan beberapa otot mata karena kerusakan nervus okulomotorius.
·         Paresis wajah karena kerusakan nervus fasialis
·         Vertigo karena kerusakan otolith dalam telinga bagian dalam
·         Nistagmus karena kerusakan pada sistem vestibular
·         Warna kebiruan di belakang telinga diatas mastoid (Battle sign)
6.      Klasifikasi  Cedera Kepala
a.       Berdasarkan kerusakan  jaringan  otak
·         Komosio serebri (Gegar Otak) gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak, terjadi hilangnya kesadaran  kurang dari 10 menit atau tanpa disertai amnesia.
·         Kontusio serebri (memar) gangguan fungsi neuron logik disertai kerusakan  jaringan  otak tetapi kontuinitas otak masih utuh, hilangnya kesadaran  lebih dari 10 menit.
·         Laserasi serebri, gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak terbuka. Massa otak terkelupas keluar dari rongga intrakranial.
b.      Berdasarkan berat ringannya cedera kepala
·         Cedera kepala ringan : Jika GCS antara 13-15 dapat terjadi kehilangan kesadaran  kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom.
·         Cedera kepala sedang : Jika nilai GCS antara 9-12 hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat disertai fraktur tengkorak dan disorientasi ringan.
·         Cedera kepala berat : Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio, laserasi atau adanya hematom edema serebral.
7.      Pemeriksaan Penunjang
a.       CT Scan (Computed Tomography Scanning)
Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran  secara mendetail  bagian-bagian yang cedera terhadap jaringan yang lunak.
b.      MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk menentukan perubahan patologi sistem saraf pusat.
c.       Angiografi
Untuk menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan , trauma.
d.      EEG
Untuk  menentukan prognosis dengan merekam pantauan atau ulangan membantu  menetapkan lokasi nyeri
8.      Komplikasi
Adapun komplikasi dari cedera kepala berat adalah (Mansjoer, 2000):
a.       Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi 2-6% pasien dengan cedera kepala tertutup
b.      Fistel karotis-kavernous ditandai dengan trias gejala: eksoftalmus, ekimosis, dan bruit orbita, dapat timbul segera beberapa hari setelah cedera. Angiografi diperlukan untuk konfirmasi diagnosis  dan terapi dengan oklusi balon endovaskuler merupakan cara yang paling efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen
c.       Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu)
9.      Penatalaksanaan
Pedoman resusitasi awal (Mansjoer, 2000)
a.       Menilai jalan napas
Bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahanan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir
b.      Menilai pernapasan
Tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak, beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernapas spontan, selidiki dan atasi cedera dada atau pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Padang oksimeter nadi, jika tersedia, dengan tujuan menjaga saturasi oksigen minimum 95%.
c.       Menilai sirkulasi
Otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arteri. Perhatikan secara khusus adanya cedera intra abdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. Pasang jalur intravena, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum,elektrolit, glukosa, dan analisa gas darah arteri.
d.      Obat kejang
Kejang konvusif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati.
e.       Menilai tingkat keparahan
1)      Cedera kepala ringan
Pasien cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan CT scan bila memenuhi kriteria:
a)      Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam batas normal
b)      Foto servikal jelas normal
c)      Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengatasi selama 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan
2)      Cedera kepala sedang
Pasien yang menderita kontusio otak dengan skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, orientasi baik dan mengikuti perintah) dan CT Scan  normal tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi dirumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing atau amnesia.
3)      Cedera kepala berat
Setelah penilaian awal dan stabilitas tanda vital, keputusan segera pada pasien ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma intrakranial yang besar). Jika ada indikasi, harus segera dikonsultasikan kebedah saraf untuk tindakan operasi.

B.     Asuhan Keperawatan Teoritis Klien Dengan  Cedera Kepala Sedang
      Terlampir

 Untuk lebih lengkapnya silahkan download di sini

Baca Selengkapnya>>