Jumat, 21 Januari 2011

ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Masyarakat atau populasi osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah populasi lanjut usia yang terdapat pada kelompok di atas usia 85 tahun, terutama terdapat pada kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap osteoporosis. Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan pada wanita proses ini akan semakin cepat pada masa menopause.
Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.
Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Dapat dibayangkan betapa besar jumlah penduduk yang dapat terancam penyakit osteoporosis.
Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia:
·         Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%.
·         Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional)
·         Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional)
·         Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional)
·         Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (depkes, 2006)
Berdasar data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Konsep Dasar Osteoporosis
1.      Pengertian
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang, peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system musculoskeletal).
Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis (www.mediacastore.com).

2.      Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu:
a.       Pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun. Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
b.      Gangguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat.
Gangguan metabolisme kalsium dan fosfat dapat dapat terjadi karena kurangnya asupan kalsium, sedangkan menurut RDA konsumsi kalsium untuk remaja dewasa muda 1200mg, dewasa 800mg, wanita pasca menopause 1000 – 1500mgmg, sdangkan pada lansia tidak terbatas walaupun secara normal pada lansia dibutuhkan 300-500mg. oleh karena pada lansia asupan kalsium kurang dan ekskresi kalsium yang lebih cepat dari ginjal ke urin, menyebabkan lemahnya penyerapan kalsium.
Selain itu, ada pula factor risiko yang dapat mencetuskan timbulnya penyakit osteoporosis yaitu:
1)      Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
a)      Usia, lebih sering terjadi pada lansia
b)      Jenis kelamin, tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh factor hormonal dan rangka tulang yang lebih kecil
c)      Ras, kulit putih mempunyai risiko paling tinggi
d)     Riwayat keluarga/keturunan, pada keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis, anak-anak yang dilahirkan juga cenderung mempunyai penyakit yang sama
e)      Bentuk tubuh, adanya kerangka tubuh yang lemah dan scoliosis vertebramenyebabkan penyakit ini. Keadaan ini terutam trejadi pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan densitas tulang yang rendah dan diatas usia 70tahun dengan BMI yang rendah.
2)      Faktor risiko yang dapat diubah :
a)      Merokok
b)      Defisisensi vitamin dan gizi (antara lain protein), kandungan garam pada makanan, peminum alcohol dan kopi yang berat. Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsiumdari darah ke tulang sehingga pembentukan tulang oleh osteoblast menjadi melemah. Mengkonsumsi kopi lebih dari 3 cangkir perhari menyebabkan tubuh selalu ingin berkemih. Keadaan tersebut menyebabkan banyak kalsium terbuang bersama air kencing.
c)      Gaya hidup, aktivitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan merupakan stimulus penting bagi resorspi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari puncak massa tulang
d)     Gangguan makan (anoreksia nervosa)
e)      Menopause dini, menurunnya kadar estrogen menyebabkan resorpsi tulang menjadi lebih cepat sehingga akan terjadi penurunan massa tulang yang banyak.
f)       Penggunaan obat-obatan tertentu seperti diuretic, glukokortikoid, antikonvulsan, hormone tiroid berlebihan, dan kortikosteroid.

3.      Patofisiologi
Tulang mencapai puncak kepadatan pada usia dekade ke 3 dan osteoporosis bermula dengan kehilangan massa tulang secara diam-diam dengan pengurangan kepadatan mineral tulang sebagai akibat terjadinya ketidakseimbangan proses penyerapan oleh sel osteoklas dengan pembentukan tulang oleh sel osteoblast.
Tulang, seperti jaringan tubuh lainnya merupakan jaringan ikat yang dinamik dalam arti metabolisme pembentukan dan penyerapan tulang yang dinamakan bone remodelling yang merupakan fungsi 2 sel tulang yaitu osteoblast dan osteoklast. Dalam masa pertumbuhan, bone remodelling atau bone turn over bergeser ke arah pembentukan. Pada umumnya pertumbuhan tulang manusia lengkap pada usia 30 tahun, selain itu tulang diperbarui dengan lingkaran remodelling dimana sel-sel yang terdapat digantikan oleh osteoklast yang disebut bone resorbtion cell sehingga setelah beberapa hari terbentuk beberapa rongga resorbsi kemudian osteoklast akan digantikan oleh osteoblast atau disebut juga bone reforming cell yang mengsintesa beberapa growth factor (insuline like growth factor I dan II) disertai perubahan growth factor beta yang merangsang proliferasi osteoblast dan akhirnya osteoblast mengisi rongga mengisi rongga resorbsi setelah beberapa minggu. Densitas mineral tulang menurun bila osteoklast membentuk suatu rongga yang abnormal sehingga tulang kehilangan trabekularnya. Ini terjadi pada periode pasca menopouse. Selain itu massa tulang hilang bila osteoblast gagal mengisi rongga resorbsi sehingga terlihat sebagai penipisan trabekula yang tampak pada usia tua. Remodelling tulang secara primer diatur oleh hormon parathyroid dan kalsitrol.
Osteoporosis terjadi oleh karena hasil abnormal dari proses remodelling tulang diamana resorbsi tulang melampaui pembentukan tulang. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang memproduksi kolagen (umumnya tipe I) serta komponen non kolagen dari matriks tulang. Osteoklast mempunyai peranan yang penting dalam memineralisasi matriks organik. Osteoklast adalah sel yang mempunyai peranan yang dalam meresorbsi tulang. Osteoblast dan osteoklast dikontrol oleh hormon-hormon sistemik dan sitokin serta faktor-faktor lokal prostaglandin, PTH, kalsitonin, estrogene dan 1,25 dhydroxyvitamin D3 (calcitrol), one alpha.

4.      Klasifikasi
a.       Osteoporosis primer
1)      Tipe 1 adalah tipe yang terjadi pada wanita pascamenopause
2)      Tipe 2 adalah tipe yang terjadi pada orang usia lanjut baik pria maupun wanita
b.      Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif misalnya mieloma multiple, hipertirodisme, hiperparatiroidisme dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang (misalnya: glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang lebih 2-3 juta klien.
c.       Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada :
1)      Usia kanak-kanak (juvenile)
2)      Usia remaja (adolesen)
3)      Wanita pra-menopause
4)      Pria usia pertengahan

5.      Manifestasi klinis
a.       Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
b.      Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur
c.       Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas
d.      Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatik pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
e.       Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh.
f.       Kecenderungan penurunan tinggi badan
g.      Postur tubuh kelihatan memendek

6.      Pemeriksaan diagnostik
a.       Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali, eksresi kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)
b.      Pemeriksaan x-ray
c.       Pemeriksaan absorpsiometri
d.      Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
e.       Pemeriksaan biopsi

7.      Diagnosis
Diagnosis osteoporosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan :
a.       Radiologi
b.      Pengukuran massa tulang
c.       Pemeriksaan lab kimiawi
d.      Pengukuran densitas tulang
e.       Pemeriksaan marker biokemis
f.       Biopsi
g.      Dan memperhatikan faktor resiko (wanita, umur, ras, dsb)

8.      Penatalaksanaan
a.       Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi tulang
b.      Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen dan progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
c.       Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
d.      Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung

9.      Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan

B.     Asuhan Keperawatan Teoritis
1.      Pengkajian
a.       Anamnesis
1)      Riwayat kesehatan.
Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis. Kadang keluhan utama (misal fraktur kolum femoris pada osteoporosis). Factor lain yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, kurang asupan kalasium, fosfat dan vitamin D. Obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang, alkohol dan merokok merupakan factor risiko osteoporosis. Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid, usia menarche dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita osteoporosis juga perlu dipertanyakan.
2)      Pengkajian psikososial.
Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada klien dengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi social karena perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak mampu duduk dikursi dan lain-lain. Perubahan seksual dapat terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada pasien.
3)      Pola aktivitas sehari-hari.
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian adalah agility, stamina menurun, koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus) menurun.
Adapun data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan osteoporosis adalah :
1)      Data subyektif :
a)      Klien mengeluh nyeri tulang belakang
b)      Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun
c)      Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak dan keterbatasan gerak
d)     Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun
e)      Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh
f)       Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya
g)      Klien mengatakan buang air besar susah dan keras
2)      Data obyektif :
a)      Tulang belakang bungkuk
b)      Terdapat penurunan tinggi badan
c)      Klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
d)     Terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
e)      Klien tampak gelisah
f)       Klien tampak meringis
b.      Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B(Breathing, blood, brain, bladder, bowel dan bone). Untuk mengkaji apakah di temukan ketidaksimetrisan rongga dada, apakah pasien pusing, berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga ditemukan nyeri punggung yang disertai pembatasan gerak dan apakah ada penurunan tinggi badan, perubahan gaya berjalan, serta adakah deformitas tulang
c.       Pemeriksaan diagnostik
1)      Radiology
2)      CT scan
3)      Pemeriksaan laboratorium

2.      Diagnosa dan Rencana Intervensi Keperawatan
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
a.       Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra
Tujuan : nyeri berkurang
Intervensi :
1)      Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)
2)      Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya
3)      Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetikK
4)      olaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi
b.      Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru
Tujuan : klien mampu melakukan mobilitas fisik
Intervensi :
1)      Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
2)      Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan
3)      Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
c.       Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan : cedera tidak terjadi
Intervensi :
1)      Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk diobservasi
2)      Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban berat
3)      Pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis
4)      Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan
d.      Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak
Tujuan : perawatan diri klien terpenuhi
Intervensi :
1)      Kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan
2)      Beri perlengkapan adaptif jika dibutuhkan misalnya kursi dibawah pancuran, tempat pegangan pada dinding kamar mandi, alas kaki atau keset yang tidak licin, alat pencukur, semprotan pancuran dengan tangkai pemegang
3)      Rencanakan individu untuk belajar dan mendemonstrasikan satu bagian aktivitas sebelum beralih ke tingkatan lebih lanjut
e.       Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi
Tujuan : klien dapat menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri
Intervensi :
1)      Dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien merasakan, memikirkan dan memandang dirinya
2)      Hindari kritik negative
3)      Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien
f.       Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi
Tujuan : klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program terapi
Intervensi :
1)      Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
2)      Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
3)      Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat

3.      Evaluasi
Hasil yang diharapkan meliputi :
a.       Nyeri berkurang
b.      Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
c.       Tidak terjadi cedera
d.      Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
e.       Status psikologis yang seimbang
f.       Terpeneuhinya kebutuhan pengetahuan dan informasi


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang.
Mekanisme yang mendasari dalam semua kasus osteoporosis adalah ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Dalam tulang normal, terdapat matrik konstan remodeling tulang, hingga 10% dari seluruh massa tulang mungkin mengalami remodeling pada saat titik waktu tertentu. Tulang diresorpsi oleh sel osteoklas (yang diturunkan dari sumsum tulang), setelah tulang baru disetorkan oleh sel osteoblas.

B.     Saran
Diharapkan mahasiswa/I dapat mengaplikasikan langsung pada kasus yang ditemukan dilapangan. Mengingat begitu berisiko masalah yang akan muncul akibat dari penyakit osteoporosis, maka diharapkan kepada seluruh pihak-pihak medis dan paramedis dapat memperhatikan kondisi atau gejala-gejala penyakit osteoporosis itu sendiri serta dapat segera melakukan pembangunan yang tepat dalam memberikan perawatan, terapi dan pengobatan bagi pasien yang menderita osteoporosis.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
Mansjoer. A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran 3. Media Aesculapius FKUI: Jakarta.
Smeltzer. SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. EGC: Jakarta.
Wirasidi, Ita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Osteoporosis (link: http://ppnikarangasem.blogspot.com/2010/02/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_28.html), diakses tanggal 22 November 2010.


Baca Selengkapnya>>